Rasulullah saw diutus untuk memberi tahu mereka yang belum mengetahui. Kemudian berpaling dari mereka yang tidak mau mendengar dan membangkang.
Karena itu seorang rasul atau muballigh tidak dimintai pertanggung jawaban tentang orang-orang yang menolak kebenaran. Bahkan mereka diizinkan untuk meninggalkan orang-orang tersebut setelah bukti dan argumen telah disampaikan.
Allah swt berfirman,
فَتَوَلَّ عَنْهُمْ فَمَا أَنْتَ بِمَلُومٍ – وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
“Maka berpalinglah engkau dari mereka, dan engkau sama sekali tidak tercela. Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.” (QS.Adz-Dzariyat:54-55)
Dua ayat ini mengajarkan bahwa Allah mengizinkan kita berpaling dari orang-orang yang menolak kebenaran setelah kita sampaikan bukti dan dalilnya. Sebagaimana ayat-ayat lain, Allah berfirman,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS.Al-A’raf:199)
BACA JUGA : Sadar, Sudah Berapa Kali Kita Zalim Pada Ketentuan Allah Akibat Hati Kita yang Keras?
Kedua ayat ini mengajarkan agar kita tak pernah lelah untuk selalu mengingatkan. Karena kebenaran dan segala sesuatu yang disampaikan para nabi sebenarnya telah tertanam dalam fitrah manusia. Tugas utama mereka adalah mengingatkan dan menyadarkan kembali fitrah yang telah tertimbun oleh kebodohan dan dosa-dosa.
Dalam ayat lainnya Allah menjelaskan tentang tugas Rasulullah saw,
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan.” (QS.Al-Ghasyiyah:21)
Ayat-ayat diatas ingin memperjelas bahwa tidak ada nasihat yang sia-sia. Karena seorang mukmin pasti akan mengambil nasihat tersebut.
Seorang mukmin pasti mengambil nasihat dari manapun sumbernya.
“Karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.”
Karena itu ayat ini tidak menggunakan kalimat َذِكْرَك “peringatanmu wahai Muhammad” tapi menggunakan َذِكْر yaitu peringatan, nasihat atau teguran secara umum. Karena setiap nasihat ataupun teguran itu akan memberi manfaat kepada orang mukmin darimanapun datangnya. Apalagi bila teguran itu datang dari Baginda Nabi Muhammad saw.
Maka poin terpenting dari ayat ini, hendaklah kita mengoreksi diri kita apakah kita memiliki hati yang terbuka untuk menerima nasihat dan teguran orang lain? Bila kita sudah tidak mau lagi menerima nasihat, berarti kita belum memiliki keimanan yang sebenarnya.
Peringatan ataupun teguran bukan hanya untuk orang kafir. Bahkan mereka yg sudah beriman pun perlu mendapatkan nasihat dan peringatan. Karena apapun isi peringatan itu pasti akan membawa kesan yang membekas pada hati seorang mukmin.
Intinya, seorang muballigh boleh berpaling setelah dalil yang ia sampaikan ditolak oleh para penolak kebenaran. Seakan Allah ingin mengajarkan bahwa seorang muballigh harus tau siapa yang diajak bicara. Sebagian pendengar perlu ditinggalkan dan sebagian yang lain harus senantiasa diberi nasihat dan peringatan.
Mari kita koreksi diri, benarkah kita seorang mukmin sejati yang membuka hati menerima teguran dan nasihat? Atau jangan-janga kita tergolong mereka yang apabila ditegur segera menolak dan membangkang serta menampakkan kecongkaan seakan merasa yang paling benar?
Semoga bermanfaat…
EmoticonEmoticon